TIMIKA- Kedua belah pihak di Distrik Kwamki Narama,Kabupaten Mimika, baik kubu atas dan bawa, yang bertikai selama ini sepakat berdamai, hal ini terungkap dalam Prosesi pembayaran dan penyelesaian denda adat berupa pembayaran kepala terhadap korban konflik yang terjadi Tahun 2016 lalu dalam bantuk pembayaran denda adat sebesar Rp.2 Miliar, di pihak korban Atimus Komangal, serta rekonsiliasi dan perdamaian oleh Kapolda Papua dan Pemerintah Kabupaten Puncak, berlangsung secara damai dan aman, di Distrik Kwamki Narama, Kabupaten Mimika,Sabtu (30/9) lalu.
Acara ini dihadiri oleh Bupati Puncak, Willem Wandik,SE,M,Si, Pemerintah Kabupaten Mimika yang diwakili oleh Sekda Mimika, Ausilius You, Kapolda Papua, Irjen Pol Drs Boy Rafli Amar, yang diwakili oleh Karo Ops Polda Papua, Kombes Pol Drs Kharles Simanjuntak, para anggota DPRD Mimika, perwira TNI dan Polri serta warga masyarakat Distrik Kwamki Narama.
Selain menyerahkan denda adat, Bupati Puncak juga memberikan bantuan berupa uang tunai Rp 500 juta dua kelompok masyarakat yang perna terlibat konflik di Distrik Kwamki Narama yakni kelompok Hosea Ongomang menerima Rp 250 juta dan kelompok Atimus Komangal juga menerima Rp 250 juga.
Kehadiran Bupati Puncak dan Pihak Polada Papua, merupakan tindak lanjut dari penyelesaian konflik yang menyebabkan korban jiwa tahun 2016 lalu dan beberapa warga mengalami luka, dan sejak saat itu baik Pemerintah Puncak, maupun Polada Papua sudah berusaha untuk mendamaikan, dan proses dari perdamaian tersebut, menyebabkan beberapa tuntutan adat, ternyata dalam tuntutan adat tersebut,terbawa hingga tahun 2017 kemarin, baru proses perdamaian bisa berjalan, dengan difasilitasi oleh Pemerintah Kabupaten Puncak, jangan lagi berkembang ke mana-mana baik ke Puncak, Timika maupun ke Nabire, penyelesaian kemarin, menjadi proses perdamaian yang akan dikenang dan dijaga oleh kedua belah pihak.
Bupati Puncak dalam sambutannya mengatakan tujuan kehadiran negara yang diwakili oleh Pemerintah Puncak hadir ditengah-tengah masyarakat di Distrik Kwamki Narama, hanya mendukung proses perdamaian antara kedua belah pihak yang bertikai, sejak tahun 2016 lalu,tidak ada kepentingan lain, apalagi peristiwa perang saudara ini sudah berlangsung sangat lama, sehingga sebagai pemerintah daerah yang memiliki rakyat, dirinya tidak mau ada konflik lagi, ingin agar ada kedamaian antara kedua belah pihak, sehingga kedua belah pihak bisa hidup damai berdampingan seperti dulu lagi,tidak takut, tidak hidup saling curiga.
“Tujuan kami hadir disini adalah untuk menghentikan masalah, agar tidak boleh berkembang ke mana-mana namun selesai sampai disini saja. Jadi saya sebagai pemerintah datang tidak ke kelompok mana, tapi kami hadiri ditengah-tengah. Karena Pemerintah adalah mama, bapa bahkan sebagai penyelamat kepada masyarakat,”ujarnya.
“Kehadiran kami hanya demi misi kemanusiaan, kita ingin agar ada perdamaian di sini, apalagi sesuai dengan UUD 1945,yakni melindungi yang melindungi segenap bangsa Indonesia, saat ini rakyat di kwangki lama sudah berperang hampir dua tahun lebih dan sering terjadi, masa negara tinggal diam, kita ingin agar ada kedamaian, jangan lagi ada pertumpahan dara disini,”tambahnya.
Kata Willem Wandik, dirinya sama sekali tidak mendukung terjadinya perang saudara yang menyebabkan nyawa manusia hilang, sebab yang mempunyai hak untuk mengambil nyawa manusia hanya Tuhan, bahkan membunuh orang baginya merupakan pelanggaran ham yang perlu dilawan oleh semua pihak, dan dirinya berharap agar ke depan, para pelaku harus dihukum, penerapan hukum positif yang berlaku di negara ini, perlu dilakukan, sehingga ketika ada korban jiwa maka pelaku pembunuhan harus ditangkap dan diproses secara hukum, dan untuk menuju ke hukum positif, maka Pemerintah kabupaten Puncak, sementara ini sedang menyusun Perda untuk menerapkan hukum positif,Perda tersebut sementara dalam kajian dari akademisi.
“Kita akan sosialiasi perda tersebut ke masyarakat, tahun 2018 akan disahkan,dalam Perda tersebut akan mencatumkan hukum positif, siapa yang membunuh maka dia harus dihukum, pelaku jangan lagi dilindungi oleh kelompok atau keluarga,ini akan menjadi model penyelesaian konflik perang saudara di beberapandaerah pegunungan tengah yang sering berkomflik,”tegasnya.
“Mari kita lepas semua supaya kita sehat, dan obatnya hukum positif. Kita harus tegakan hukum positif, supaya siapa yang buat dia yang tanggung jawab terhadap hukum positif,”tegas Bupati Puncak.
Wandik juga menjelaskan bahwa saat konflik terjadi merupakan ulah dari provokator yang tidak bisa bertanggung jawab, sehingga sudah menjadi tugas Pemerintah untuk hadir dan bertanggung jawab atas penyelesaian persoalan tersebut,sehingga Bupati Puncak menegaskan agar dengan prosesi yang telah dilaksanakan ini, jangan lagi ada pertikaian-pertikaian yang nanti terjadi lagi di Distrik Kwamki Narama, sebab baginya Distrik Kwangki narama merupakan Distrik tertua, yang menjadi awal mula pembangunan di Kabupaten Mimika, bahkan beberapa warganya kini menduduki posisi penting di Provinsi Papua.
“Saya besar di Kwangki narama, sekarang jadi Bupati, saya ingin kedamaian seperti dulu ada lagi di tempat ini, dulu ada Bus Kerinduan, kita harus ciptakan Mimika ini khususnya Kwamki Narama ini sebagai kerinduan mama. Sebab Kwamki Narama ini ada lalu ada Kabupaten Mimika ini,”kata Wandik.
Ia menengaskan kedepan Distrik Kwamki Narama harus bisa menjadi contoh tentang hidup damai kepada seluruh warga masyarakat yang ada di Kabupaten Mimika. “Impian saya kalau bisa Kwamki Narama ini harus aman dan damai seperti dulu lagi,”kisahnya.
Bupati juga mendorong agar peberantasan minuman keras perlu didukung oleh semua pihak, karena salah satu pemicu konflik perang saudara juga lebih kepada minuman keras.
Sementara itu Karo Ops Polda Papua, mewakili Kapolda Papua dalam sambutannya mengatakan, jajaran kepolisian khususnya Polda Papua cukup memberikan apresiasi positif kepada Pemda Puncak dalam hal ini Bupati Puncak.Katanya,meski proses adat sudah dilakukan namun penerapan hukum positif akan diberlakukan, pelaku akan ditangkap dan diproses secara hukum, agar menjadi efek jerah di kemudian hari.
Yang telah mengambil sikap tegas untuk melaksanakan prosesi penyelesaian konflik yang terjadi di tengah-tengah masyarakat di Kwamki Narama.
“Kami ucapkan terima kasih kepada pak Bupati Puncak dan juga kepada pemilik wilayah yakni Pemda Mimika, karena acara ini bisa berlangsung dari proses yang cukup panjang sehingga puncaknya hari ini bisa kita saksikan sama-sama prosesi pembayaran denda adat. Ini suatu hal yang luar biasa,”kata Kharles Simanjuntak.
Lanjutnya ia menghimbau warga masyarakat untuk depan bisa harus membangun kerja sama dengan aparat penegak hukum, untuk sama-sama menjaga kamtibmas di Distrik Kwamki Narama. “Kita tidak akan bisa laksanakan tugas ciptakan rasa aman dan damai kalau tanpa dukungan pemerintah daerah, tokoh masyarakat, tokoh adat, kepala suku, tokoh agama dan masyarakat sendiri,”ucapnya.
Sementara itu, Jomi Kogoya selaku Kepala suku di Jileale, menyampaikan ungkapan terima kasihnya kepada pemerintah Kabupaten Puncak, pihak Polda Papua, yang sudah membantu menfasilitasi perdamaian, dirinya akan melanjutkan proses perdamaian antara kedua belah pihak, agar ke depan tidak ada lagi perang saudara di daerah kwangki narama.
Prosesi pembayaran dan penyelesaian denda adat ini dimana untuk korban Jileale sendiri diserahkan uang tunai Rp 2 milyar yang diserahkan langsung Pemda Puncak dalam hal ini Bupati Puncak, dan diterima oleh pihak keluarga korban yang diwakili oleh Jomi Kogoya selaku Kepala suku di Jileale. (Humas Puncak/tns)